HUKUM DAN ADAB BERQURBAN ( Pengertian,Hikmah dan Hukum Berqurban)
Dalam Islam, ibadah qurban memiliki kedudukan yang agung. Ibadah qurban termasuk syi’ar-syi’ar agama ini. Dia juga termasuk jenis ibadah agung yang berkait dengan harta. Dengannya, seorang hamba bisa mendekatkan diri kepada Allah عزوجل . Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan tentang syari’at ini. Kami akan mencoba menjelaskan beberapa hal yang berkait dengan ibadah ini melalui point-point berikut.
-
Pengertian Udh-hiyah (Hewan Qurban)
Udh-hiyah adalah istilah untuk binatang yang disembelih pada hari raya ‘IdulAdh-hâ dan hari-hari tasyrîq (11-13 Dzulhijjah, red) dalam rangka beribadah kepada Allah عزوجل berupa sapi, kambing atau unta.
Berqurban ini termasuk syari’at Allah سبحانه وتعالى. Diantara dalil yang menunjukkan pensyari’atannya, firman Allah عزوجل :
﴿ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ ﴾
Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berqurbanlah. (Qs al-Kautsar/108:2)
Juga firman Allah عزوجل :
﴿ قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ . لَا شَرِيْكَ لَهٗ وَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ﴾
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi Nya; Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Qs al An’âm/6:162-163)
Dalil yang berasal dari Sunnah, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Anas رضي الله عنه , beliau رضي الله عنه mengatakan :
ضَحَّى النَّبِيُّ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
Rasulullah ﷺ berqurban dengan dua ekor kambing yang bulunya didominasi warna putih dan bertanduk. Beliau ﷺ menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri. Beliau ﷺ membaca basmalah, bertakbir dan memposisikan kaki beliau di bagian leher kambing. (HR al-Bukhâri 6/237).
Berdasarkan dalil-dalil ini, seluruh ulama kaum muslimin sepakat mengatakan bahwa ibadah ini disyari’atkan, karena Nabi ﷺ juga senantiasa melakukannya.
-
Hikmah Ibadah Qurban
- Sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah عزوجل . Ibadah qurban ini termasuk ibadah agung yang bisa mendekatkan seseorang kepada Rabb. Allah عزوجل berfirman :
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam (Qs al An’âm/6:162)
Yang dimaksud dengan kalimat nusuki yaitu penyembelihan binatang qurban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah عزوجل .
- Berqurban berarti menghidupkan sunnah imam para ahli tauhid yaitu Nabi Ibrahim -alaihis salam- . Karena Allah عزوجل telah memberikan wahyu kepada beliau q untuk menyembelih anaknya Ismail -alaihis salam-. Kemudian, Allah عزوجل menebusnya dengan seekor kambing dan selanjutnya beliau menyembelih kambing tersebut. Allah عزوجل berfirman :
﴿وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ ﴾
Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar. (Qs ash-Shaffât/37:107)
- Sebagai wujud syukur kepada Allah عزوجل yang telah menundukkan binatang ternak dan menyediakannya bagi kita sekalian. Allah عزوجل berfirman :
﴿ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ . لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ ﴾
Demikianlah Kami telah menundukan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah, Allah telah menundukkanya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah Nya kepada kamu. Dan berilah kabargembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Qs al hajj/ 22:36-37)
- Berbagi dengan orang-orang fakir di hari yang mulia ini, hari raya Idul Adh-ha.
3. Hukum Berqurban
Para ulama telah bersepakat bahwa berqurban itu disyari’atkan. Perbedaan pendapat di antara mereka berkait tentang hukumnya secara terperinci.
Pertama : Pendapat yang mengatakan wajib. Ada beberapa dalil yang dijadikan landasan oleh ulama yang menyatakan hukumnya wajib. Berikut ini adalah dalildalil mereka.
- Hadits Abu Hurairah رضي الله عنه , beliau ﷺ berkata:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةً وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang memiliki kemampuan (keluasan rizki) dan tidak menyembelih, maka jangan dekati tempat shalat kami.” (Shahîhul Jâmi, no. 6490).
Alasan mereka, larangan mendekati tempat shalat yang bersumber dari Rasulullah ﷺ bagi orang-orang yang mampu tapi tidak berqurban menunjukkan bahwa orang itu telah meninggalkan suatu perkara yang wajib. Karena dia telah meninggalkan suatu yang wajib, maka seakan-akan tidak ada gunanya dia mendekati tempat shalat ‘Id.
- Hadits Jundab bin ‘Abdillah bin Sufyân al-Bajali رضي الله عنه , beliau berkata:
شَهِدْتُ النَّبِيَّ ص يَوْمَ النَّحْرِ قَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللهِ
Aku menyaksikan Nabi ﷺ pada hari Nahr (‘Id Al Adh-ha), beliau ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang menyembelih (hewan qurbannya) sebelum shalat, hendaknya menyembelih (hewan qurban lagi) sebagai penggantinya. Dan barangsiapa yang belum menyembelih, maka sembelihlah dengan nama Allah.” (Muttafaqun ‘alaih).
Perintah dalam hadits ini menunjukkan wajib.
- Sabda Rasulullah ﷺ saat wukuf di padang ‘Arafah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ عَلىَ كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِيْ كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَةً وَعَتِيْرَةً قَالَ هَلْ تَدْرُوْنَ مَا الْعَتِرَةُ ؟ هِيَ الَّتِيْ تُسَمُّوْنَهَا الرَّجَبِيَةَ
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya di setiap tahun wajib bagi setiap keluarga untuk berqurban dan ‘atîrah.” Beliau berkata,”Tahukah kalian, apakah ‘atîrah itu? Yaitu yang kalian namakan Rajabiyah (Shahîh at-Tirmidzi, no. 1225)
Dalam kitab Gharîbul Hadîts, Abu Ubaid رحمه الله mengatakan : ‘Atîrah adalah sebutan bagi hewan yang disembeih pada masa Jahiliyah dalam rangka beribadah, kemudian ajaran ini dihapus oleh Islam.
Ibnul Atsîr رحمه الله menjelaskan : “(Budaya) atîrah sudah dihapus. Kejadian ituberlangsung pada masa-masa awal Islam.” (Jâmi’ul Ushûl 3/317)
Kedua; Pendapat yang menyatakan hukumnya mustahab (sunnat).
Para Ulama yang menyatakan hukumnya mustahab (sunnat) berdalil dengan sabda Rasulullah ﷺ berikut :
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ فَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
,”Jika telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka jangan memotong sedikit pun dari rambut dan kukunya.” (HR Muslim, no. 1977)
Mereka mengatakan, hadits ini memuat dalil yang menunjukkan berqurban itu tidak wajib. Seandainya berqurban itu wajib, Rasulullah ﷺ tidak akan bersabda :
… فَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ …
… lalu salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban,….
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله mengatakan : “Zhahirnya (Secara tekstual) wajib. Orang yang mampu namun tidak melakukannya, maka dia berdosa. Karena Allah عزوجل menyebutkannya beriringan dengan perintah shalat dalam firman-Nya :
﴿ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ ﴾
Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah. (Qs al-Kautsar/108:2).
Dan firman-Nya :
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ﴾
Katakanlah:”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, … (Qs al An’âm/6:162)
Allah عزوجل memperlihatkan dan mengulanginya dengan menyebutkan hukum, kegunaan dan manfaatnya dalam surat al-Hajj. Sesuatu yang keadaannya seperti ini mestinya bersifat wajib dan menjadi wajib bagi yang mampu.
Kemudian beliau رحمه الله melanjutkan : “Orang yang tidak mewajibkan, tidak memiliki nash (dalam hal ini). Landasan mereka hanyalah adalah sabda Rasulullah ﷺ :
مَنْ أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ ….
Barangsiapa yang ingin berqurban …
Mereka menyatakan : ‘Suatu yang wajib, tidak dikaitkan dengan “keinginan (atau tidak ingin)”. Ini merupakan pernyataan yang bersifat global. Memang suatu yang wajib tidak diserahkan kepada kehendak hamba, sehingga dikatakan ‘Jika kamu mau, lakukanlah !’. Namun, terkadang disandarkan pada syarat untuk menjelaskan kedudukan hukumnya, seperti firman Allah عزوجل :
﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ ﴾
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,. (Qs al-Mâidah/5:6).
Mereka memaknainya : Jika kalian ingin melaksanakan, … Padahal thaharah (bersuci) hukumnya wajib.
Allah l juga berfirman :
﴿ اِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٌ لِّلْعٰلَمِيْنَۙ . لِمَنْ شَاۤءَ مِنْكُمْ اَنْ يَّسْتَقِيْمَۗ ﴾
Al-Qur‘ân itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang ingin menempuh jalan yang lurus. ingin (Qs at-Takwîr/81:27-28)
Berkeinginan untuk istiqamah hukumnya juga wajib.
Dan juga, berqurban tidak wajib atas setiap orang, tapi wajib atas yang mampu saja. (Majmu’ Fatawa 23/172-173)
*1 = Diangkat dari Majalah at-Tauhîd, edisi 420, Tahun 35 hlm. 38-41.
Artikel asli: https://majalahassunnah.net/artikel/hukum-dan-adab-berqurban-pengertianhikmah-dan-hukum-berqurban/